Welcome

Terima Kasih Kunjungannya...

Senin, 01 November 2010

LEGAL OPINION CALON INDEPENDEN PEMILUKADA


LATAR BELAKANG PENULISAN

Dalam konsep mengenai Negara Hukum Modern yang berfungsi sebagai welfare state, berdasarkan konferensi di Bangkok tahun 1965, salah satu syarat dasar yang penting untuk mewujudkan apa yang dinamakan Rule of Law adalah pemilihan umum yang bebas. Dengan kata lain, penyelanggaraan pemilihan umum yang bebas adalah sebagai salah satu tolak ukur untuk menentukan keberhasilan demokrasi di suatu negara hukum.

Pemilihan umum yang berkualitas pada dasarnya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi proses dan hasilnya. Pemilu dapat dikatakan berkualitas dari sisi psosesnya, apabila Pemilu itu berlangsung secara demokratis, aman, tertib, dan lancar, serta jujur dan adil. Sedangkan apabila dilihat dari sisi hasilnya, Pemilu itu harus dapat menghasilkan wakil – wakil rakyat dan pemimpin negara yang mampu mensejahterakan rakyat, di samping pula mengangkat harkat dan martabat bangsa di mata dunia Internasional. Begitu pentingnya kedudukan dan fungsi wakil rakyat dalam siklus ketatanegaraan dan agar wakil – wakil rakyat benar – benar bertindak atas nama rakyat, maka wakil rakyat itu harus ditentukan sendiri oleh rakyat, yaitu melalui Pemilihan Umum (general election) .

Di negara demokratis, pemilu adalah sumber utama untuk rekruitmen politisi dengan partai politik sebagai sarana utama dalam penominasian kandidat. Kegiatan seseorang dalam partai politik merupakan suatu bentuk partisipasi politik yang mencakup semua kegiatan sukarela melalui mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan pemimpin – pemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum. Oleh karena itu, keberadaan partai politik merupakan instrumen yang paling esensial dalam pelaksanaan pemilu, terlepas dari adanya faktor – faktor lain yang menentukan seperti yang saat ini sedang hangatnya, yaitu adanya kesempatan untuk mengikuti pemilu secara independen atau perseorangan.

Kehadiran calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah penting artinya dalam rangka mendobrak kejumudan demokrasi procedural pemilihan kepala daerah menuju demokrasi lokal yang berkeadilan. Mengingat begitu vitalnya pemilihan seorang kepala daerah, agar kesempatan setiap orang untuk maju dalam pemilihan sesuai dengan hak baik memilih maupun dipilih, maka pemilihan melalui jalur independen juga harus diperhitungkan sebagai jaminan hak konstitusional.

Penyuguhan pandangan atau pendapat hukum (legal opinion) yang dibuat oleh para kritikus hukum yang terdiri dari intelektual akademisi, praktisi hukum, maupun pengamat masalah sosial politik dan hukum umumnya berisikan masukan (input) dalam sudut pandang fungsi penerapan hukum dan manfaatnya dalam masyarakat, dan bagaimana cara kerja hukum itu agar tidak meresahkan masyarakat apabila disosialisasikan sebagai produk perangkat hukum. Berdasarkan hal tersebut, guna dapat memberikan masukan yang kedepannya bermanfaat bagi recht vinding, maka dibuatlah sebuah Legal Opinion yang berjudul “Calon Independen Pemilukada Untuk Mewujudkan Terobosan Demokrasi yang Baik”


1.Analisis pencalonan independen pemilukada dalam perspektif yuridis normative


Apabila melihat secara yuridis normatif maka haruslah dilihat dari hirearki peraturan perundangan mulai dari yang tertinggi sebagai grundnorm hingga peraturan – peraturan organis yang ada dibawahnya. Dalam hal ini terdapat 2 peraturan yang dijadikan tolak ukur dalam hal pencalonan indpenden dalam pemilukada, yaitu Pasal 18 (4) UUD 1945 melawan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah daerah.

Pasal 18 (4) UUD 1945
”Gubernur, Bupati, dan Walikota masing – masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.”

Pasal 56 (1) UU No. 32 Tahun 2004
”Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik”

Menurut Legal Argument dari penulis, Ketentuan dari pasal 18 (4) UUD 1945 secara implisit sebenarnya memberikan kesempatan yang lebih terbuka kepada calon kepala daerah, dalam artian tidak mengharuskan calon kepala daerah berasal dari kalangan partai politik. UUD 1945 memang tidak mengatur secara jelas perihal pilkada, akan tetapi berdasarkan perumusan pasal 18 UUD 1945 dapat disimpulkan bahwa pemerintah daerah yang dikehendaki adalah otonomi daerah termasuk dalam penentuan kepala daerah, entah melalui partai maupun perseorangan.

Hal ini bertentangan bahwasanya ternyata UU No. 32 tahun 2004 memberikan suatu garis demakarsi atau pembatas dimana hanya calon yang melalui partai politik ataupun gabungan partai politik sajalah yang dapat mengikuti pemilukada secara langsung.

Selanjutnya, menurut legal opinion dari penulis, secara normative ketentuan dalam UUD 1945 melalui pasal 18 (4) memberikan jalan bagi jalur independen dan pembatasan jalur pencalonan hanya melalui partai politik menutup hak konstitusional warga negara dalam hal mengenai hak untuk dipilih. Dan sejalan dengan hal tersebut, maka peraturan yang ada dibawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya sesuai dengan asas Stufenbouw Theory.


2.Analisis pencalonan independen pemilukada dalam perspektif sosiologis.

Dalam hal menilai urgensi pencalonan independen pemilukada secara sosiologis, maka terdapat tiga hal yang dijadikan legal reasoning sebagai tolak ukurnya yaitu :

1. Praktek Politik Uang dalam Pemilukada
Praktek money politik dalam pemilukada tidak dapat dipungkiri keberadaannya bahkan cenderung meningkat. Politik uang dalam pemilukada telah memasuki setiap elemen, mulai dari keterlibatan calon kepala daerah, DPRD, dan parpol pengusung hingga konstituennya. Menurut legal argumen dari penulis, bahwasanya fungsi rekrutmen parpol menjadikan lahan terbesar praktek money politik yang cenderung ke arah korupsi, dimana pergerakan uang yang dimulai sejak proses pendaftaran seseorang ketika menjadi calon kepala daerah dari parpol tertentu terutama dari pihak incumbent (berdasarkan riset Transparancy International Indonesia).
Menurut Legal Opinion dari Penulis, kehadiran calon perseorangan dalam pemilukada akan dapat meminimalisir praktek politik uang dikarenakan tidak perlunya ”membayar mahal” untuk berkompetisi melalui jalur

2. Degradasi peranan Partai Politik dalam Pemilihan Umum
Urgensi kebutuhan pencalonan secara independen diperlukan mengingat hal yang dinamakan oleh penulis sebagai ”Degradasi Peranan Parpol”. Kondisi parpol yang selalu fluktuatif tergantung dengan arah percaturan politik, menjadikan sering parpol terlihat tidak sehat dan melupakan fungsi intinya, yang akhirnya menjadikan kinerja dari parpol itu sangat diluar harapan, terlepas dari kualitas dari kader – kadernya ataukan mesin parpol itu sendiri.
Bahwasanya kehadiran calon perseorangan dalam pilkada langsung dalam jangka panjang diprediksi akan menyederhanakan jumlah partai secara natural sekaligus membuka mata parpol untuk menjalankan fungsinya dengan sebaik –baiknya.

3. Penurunan partisipasi masyarakat dalam Pemilukada.
Mengutip dari pendapat Kacung Marijan, munculnya fenomena golput dalam pemilukada secara lamgsung pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan perilaku memilih yang terjadi pada pemilu tingkat nasional, yakni munculnya pemilih yang kritis dan apatis.
Menurut Legal argument dari penulis sejalan dengan pendapat di atas, sifat kirit dan apatis yang ditunjukan oleh pemilih adalah didasarkan dengan adanya ketidakpercayaan terhadap partai politik ditambah tidak terakomodirnya kepentingan mereka.

Maka dengan adanya calon independen dalam pemilukada, maka dapat meningkatkan partisipasi pemilih dengan penafsiran bahwa calon individu ini dapat menjadi pilihan alternatif bagi pemilih yang mengalami penurunan kepercayaan politik.

3. Analisis pencalonan independen pemilukada dalam perspektif HAM dan Demokrasi

Dari perspektf Hak asasi Manusia, pencalonan sebagai kepala daerah secara independen merupakan bentuk dari pengaplikasian perlindungan HAM dalam bidang sipil dan politik

Dalam konvenan sipil dan politik pasal 25 (b), disebutkan bahwa :

Pasal 25 b
“Setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan apapun sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak layak, untuk Memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang murni, dan dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan menyatakan keinginan dari para pemilih”

Sementara dalam ketentuan Pasal 28 D ayat 3 UUD 1945 dinyatakan pula bahwa :

Pasal 28D (3)
“Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan sama dalam pemerintahan”

Dengan kata lain, hak untuk memilih dan dipilih tidak menentukan batasan apakah seseorang dapat dipilih dalam pemilihan melalui calon independen maupun partai politik, karena esensinya adalah sama yaitu hak untuk dipilih.

Salah satu cara untuk menilai apakah pemilu atau pemilukada yang demokratis adalah diakomodasinya oleh substansi peraturan perundangan – undangan yang memberikan peluang kepada semua warga negara untuk dipilih dan memilih secara adil. Dengan dapatnya pengajuan secara independen, maka setidak – tidaknya menjadi salah satu bukti terwujudnya demokrasi yang baik.

Menurut Sirajuddin, pencalonan independen dalam pemilukada tidakah bertentangan denan nilai HAM dan demokrasi, namun justru mengakomodir HAM dan demokrasi itu sendiri. Pembatasan pengajuan calon hanya melalui partai politik atau gabungan partai politik justru memasung HAM dan nilai – nilai demokrasi yang terkandung filsafat bangsa.

KESIMPULAN

Melihat dari berbagai faktor yang ada dapat dilihat bahwasanya pemilukada dengan menggunakan calon independen adalah sah secara yuridis normatif dalam rangka penciptaan demokrasi, penegakkan HAM, dan perwujudan pemilukada yang lebih bersih, berkualitas, dan berlegitimasi. Serta, pembatasan untuk maju secara independen dalam pemilukada adalah inkonstitusional.

Namun perlu diingat, bahwasanya walaupun misalnya dikemudian hari diperkenankan pencalonan secara independen, haruslah pencalonan itu secara tidak tak terbatas. Dalam artian, calon independen tersebut harus memiliki verifikasi dan standarisasi layaknya partai politik agar dapat menjadi calon kepala daerah.

SARAN

Adapun saran dari penulis adalah diharapkan akan adanya pengaturan tentang pemilukada di luar UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini perlu dilakukan agar mengenai pemilukada terdapat suatu pengaturan tersendiri yang lebih komprehensif, terutama untuk terakomodasinya hak – hak warga negara untuk maju secara independen.

DAFTAR BACAAN

Abdullah, Rozali. 2009. Mewujudkan Pemilu Yang Lebih Berkualitas (Pemilu Legislatif). Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada

Amos, Abraham, 2004. Legal Opinion (Aktualisasi Teoritis & Empirisme – Dengan Eksra Suplemen Legal Audit & Legal Reasoning). Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Budiardjo, Miriam, 2007. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Pamungkas, Sigit. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta : Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol Universitas Gajah Mada

Sirajuddin. 2008. Jurnal Transisi (Media Penguatan Demokrasi Lokal). Malang : In – Trans

Tricahyo, Ibnu, 2009. Reformasi Pemilu (Menuju Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal). Malang : In – Trans

Tidak ada komentar:

Posting Komentar