- Legislatif dalam UUD 1945 Amandemen ke – 4
Dalam UUD 1945 Amandemen ke – 4 tidak ada penyebutan tegas mengenai penunjukan siapa lembaga legislative. Menurut UUD 1945 Amandemen ke – 4, ada 3 lembaga yang mempunyai peranan dalam pembentukan undang – undang, yaitu DPR, PRESIDEN, dan DPD. Ketiganya ada 3 pintu lahirnya sebuah undang – undang.
Fungsi Legislatif adalah fungsi membentuk undang – undang. Menurut UUD 1945 Amandemen ke – 4, secara implisit sebagai badan legislatif yang memiliki fungsi mutlak untuk membentuk Undang – undang hanyalah DPR. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 20 ayat (1)
Pasal 20 ayat (1)
“Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang – undang.”
Presiden walaupun juga memiliki peranan dalam merancang sebuah undang – undang, tetapi Presiden tidak memiliki kewenangan untuk membentuk undang – undang itu sendiri. Menurut Prof C.S.T. Kansil, “Presiden bukan lagi pembentuk undang – undang, tetapi berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan (lembaga Eksekutif, Pemerintah/Pelaksana undang – undang).” Hal ini terlihat dari diubahnya Pasal 5 (1) UUD 1945.
Pasal 5 (1) sebelum Amandemen
“Presiden memegang kekuasaan membentuk undang – undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”
Pasal 5 (1) setelah amandemen
“Presiden berhak mengajukan rancangan undang – undang kepada dewan perwakilan rakyat”
Oleh karena itu, peranan Presiden dalam pembentukan undang- undang adalah sebatas :
- mengajukan RUU kepada DPR
- membahas rancangan undang – undang bersama dewan perwakilan rakyat untuk mendapat persetujuan bersama
- mensahkan rancangan undang – undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang – undang.
- mengajukan Peraturan pemerintah pengganti undang – undang.
Ketentuan dalam pasal 22D ayat 1 dan 2 tidak cukup kuat untuk mengatakan bahwa DPD mempunyai fungsi legislatif. DPD pada dasarnya tidak memegang kekuasaan membentuk undang – undang. DPD hanya berwenang merancang undang – undang tertentu yang berkaitan dengan pemerintahan daerahnya. DPD tidak mandiri dalam membentuk UU, karena DPD hanya sebatas ikut membahas RUU yang diajukannya , namun tetap DPR lah yang memiliki kekuasaan membentuk undang – undang.
Dengan kata lain, dapat dikatakan yang dimaksud dalam UUD 1945 mengenai badan legislatif adalah DPR sesuai dengan bunyi pasal 20 (1). Pembentukan undang – undang setelah Perubahan UUD 1945 menjadi kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden dan untuk materi – materi tertentu melibatkan Dewan Perwakilan Daerah.
Berdasarkan UUD 1945, DPR memiliki tugas dan wewenang :
- Membentuk undang – undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Pasal 20)
- Membahas untuk menolak atau memberikan persetujuan pembentukan PERPU (Pasal 22)
- Menerima dan membahas usulan rancangan undang – undang yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan. (Pasal 22D)
- Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang – undang APBN dan rancangan undang – undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama
- Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Fungsi Anggaran)
- Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang – undang anggaran pendapatan dan belanja Negara, serta kebijakan pemerintah (Fungsi monitoring)
Setelah Amandemen UUD 1945, proses pembentukan undang – undang mengalami perubahan dengan drastis. Dengan diubahnya pasal 5 (1) dan Pasal 20 UUD 1945 seperti yang tercantum di atas, berakibat hilangnya dominasi presiden dalam proses pembentukan undang – undang.
Ditambah dengan Pasal 20A ayat 1 yaitu DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Hal ini jelas berakibat pada menguatnya fungsi legislasi pada DPR dan melemahkan fungsi legislasi Presiden.
Menurut Jimly Asshiddiqie, Keterlibatan DPD dan Presiden khususnya dalam mengajukan RUU tertentu kepada DPR dan ikut membahas, tidak menguarangi hak DPR sebagai pemegang kekuasaan legislative utama. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa keberadaan mereka hanya bersifat pelengkap DPR – lah yang merupakan legislator utama bukan lagi presiden seperti sebelumnya
- Legislatif dalam Konstitusi RIS
Republik Indonesia Serikat (1949 – 1950) menganut sistem bikameral dalam lembaga perwakilan rakyatnya. Dalam Konstitusi RIS, terdapat 2 badan legislative dibawah keparlemanan yaitu, Senat dengan jumlah anggota 32 orang dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan jumlah anggota 150 orang, yang 49 orang di antaranya dari Republik Indonesia yang berpusat di Jogjakarta.
Legislatif mempunyai beberapa fungsi yaitu fungsi Legislasi, Budgeting, dan Monitoring.
Dalam fungsi legislasi atau pembuatan undang – undang terdapat 2 cara menurut Konstitusi RIS, yaitu :
- Pemerintah bersama DPR dan Senat. Undang – Undang yang dibentuk oleh 3 lembaga ini dibentuk berdasarkan ketentuan dalam pasal 127 huruf a. Undang – undang yang dibentuk oleh Pemerintah bersama DPR dan Senat mengatur tentang daerah bagian atau bagiannya hubungan antara RIS dengan daerah – daerah bagian. Selain itu berdasarkan pasal 190, terdapat pula UU yang dibentuk Pemerintah bersama DPR dan Senat, tetapi prosedurnya berbeda dengan pembentukan UU menurut pasal 127. UU yang dimaksud adalah UU tentang perubahan konstitusi.
- Pemerintah hanya bersama DPR. Undang – Undang yang dibentuk oleh 2 lembaga ini hanya UU yang berkenan dengan hal – hal yang termasuk dalam pasal 127 huruf b.
Dalam pengesahan perundang – undangan selain ditandatangani oleh Presiden juga ditandatangani oleh Menteri yang langsung bertanggung jawab terhadap materi UU tersebut sebagai contrasign.
DPR dan Senat mempunyai hak budget untuk membahas, menyetujui, atau menolak APBN yang diajukan oleh pemerintah,
Dari segi Monitoring Legislatif dalam konstitusi RIS juga mempunyai beberapa hak dan wewenang yaitu, hak bertanya dan hak interplasi (Pasal 120) dan hak angket (Pasal 121). Akan tetapi tidak mempunyai hak mosi untuk menjatuhkan presiden dan kabinetnya (Pasal 122).
Di dalam Konstitusi RIS, Kekuasaan legislative yang seharusnya dilaksanakan presiden dan DPR, justru lebih banyak dilaksanakan DPR dan Senat.
- Legislatif di Amerika
Amerika serikat adalah Negara federal yang menggunakan sistem bikameral. Dapat dikatakan hampir semua Negara federal memakai sistem dua majelis dalam badan legislatifnya, oleh karena satu di antaranya mewakili kepentingan Negara bagian khususnya. Badan Legislatif Amerika Serikat dijalankan oleh sebuah Kongres yang terdiri dari Majelis Rendah (House of Representative atau Lower House) yang mewakili rakyat umumnya dan Majelis Tinggi (Upper House atau Senat).
Dalam Pasal 1 (1) Konstitusi Amerika dijelaskan bahwa :
“Semua kekuasaan legislatif yang ditetapkan di sini akan diberikan kepada sebuah Kongres Amerika Serikat, yang akan terdiri dari sebuah Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat”
Dari bunyi pasal tersebut terdapat penafsiran bahwa kongres mengontrol semua kekuatan dalam penulisan legislasi perundangan di dalam 2 buah kamar yaitu Senat dan House of Representatif.
Tugas dan wewenang dari Kongres sebagai badan legislative berdasar konstitusi Amerika adalah :
- Mengubah dan menetapkan UUD
- Membuat Undang-Undang
- Mengawasi Pemerintah dalam bentuk persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah
- memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
- memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden
- memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya
- menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik sidang
Wewenang lain dari Kongres secara garis besar adalah adalah :
- Passes federal laws. (Menyetujui Undang-Undang federal)
- Passes federal budget, levies taxes and funds executive functions (Menyetujui anggaran federal, pajak dan fungsi keuangan eksekutif)
- Establishes lower federal courts, judicial positions (untuk membuat peradilan rendah federal, menentukan posisinya)
- Approves treaties and federal appointments (menyetujui perjanjian internasional dan pengangkatan pejabat federal)
- Declares war (menyatakan perang).
Seperti diketahui bahwa Kongres terdiri atas 2 lembaga yaitu House of Representative dan Senate. Majelis Tinggi atau Senat beranggota 100 orang dengan 2 dari setiap Negara bagian yang terpilih secara langsung dalam pemilihan umum dengan masa jabatan 6 tahun. Senat memiliki wewenang yang lebih tinggi dibandingkan House of Representative. Wewenang Senat adalah memberi rekomendasi kepada pemerintah terkait suatu hal, menyetujui dan mengesahkan setiap perjanjian internasional, persetujuan pengangkatan menteri, duta besar, hakim agung (pejabat eksekutif/yudikatif). Majelis Rendah (House of Representative) beranggotakan 435 orang dengan masa jabatan 2 tahun.
Proses pembuatan UU sendiri di Amerika tercantum dalam Pasal 1 (7), yaitu sebagai berikut :
Semua Rancangan Undang-Undang untuk meningkatkan Pendapatan akan berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, akan tetapi Senat boleh mengusulkan atau menyetujui Perubahan-Perubahan, seperti halnya dengan Rancangan Undang-Undang yang lain.
Setiap Rancangan Undang-Undang yang harus melalui Dewan Perwakilan Rakyat dan senat, sebelum menjadi Undang-Undang akan disampaikan kepada Presiden Amerika Serikat; jika ia setuju, ia akan menandatanganinya, tetapi jika tidak, ia akan mengembalikannya, disertai dengan Keberatan-Keberatannya, ke Kamar asal rancangan itu, yang akan mencantumkan keberatan-keberatan itu seluruhnya ke dalam catatannya, dan kemudian mempertimbangkannya.
Jika setelah dipertimbangkan kembali dua pertiga anggota Kamar itu setuju untuk meloloskan Rancangan tersebut, rancangan itu akan disampaikan bersama-sama dengan Keberatan-Keberatannya, ke Kamar lainnya, yang juga akan mempertimbangkan kembali, dan bilamana disetujui oleh dua pertiga anggota Kamar ini, rancangan tersebut akan menjadi Undang-Undang . Akan tetapi dalam semua Kasus demikian hasil suara akan ditentukan dengan kata-kata ya dan tidak, dan Nama orang-orang yang memberi suara setuju dan suara menolak rancangan undang-undang tersebut akan dimasukkan ke dalam catatan masing-masing Kamar.
Jika suatu Rancangan Undang-Undang tidak dikembalikan oleh Presiden dalam waktu sepuluh Hari (kecuali Hari Minggu) setelah disampaikan kepadanya, rancangan itu akan menjadi Undang-Undang seperti halnya bila ia menandatanganinya, kecuali jika Kongres dengan penundaan sidangnya mencegah pengembaliannya, dalam hal mana rancangan itu tidak akan menjadi Undang-Undang.
Setiap Perintah, Resolusi atau Suara yang mungkin memerlukan persetujuan Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat (kecuali mengenai penundaan sidang) harus disampaikan kepada Presiden Amerika Serikat; dan sebelum bisa berlaku, Tindakan tersebut harus disetujuinya, atau bila tidak disetujuinya, haruslah diloloskan lagi oleh dua pertiga anggota Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat, sesuai dengan Aturan-Aturan dan Pembatasan-Pembatasan yang ditetapkan dalam hal Rancangan Undang-Undang.
- Perbandingan Legislatif Indonesia dan Legislatif Amerika.
- Dari segi Komposisi badan legislatif, Legislatif di Amerika adalah Senat dan House Representative yang akan bertemu dalam satu wadah yang bernama kongres sebagai badan legislative. Sementara di Indonesia lembaga perwakilan adalah DPR dan DPD, yang akan bertemu dalam MPR. Namun MPR di Indonesia adalah bukan lembaga legislative karena tidak mempunyai wewenang untuk membentuk UU. DPR lah yang memiliki kewenangan untuk membentuk UU.
- Dari segi pengajuan UU, di Indonesia terdapat 3 pintu lahirnya UU, yaitu DPR, Presiden, dan DPD yang masing – masing dapat mengajukan RUU. Sementara di Konstitusi Amerika, pengajuan konstitusi harus melalui kongres (Senat dan House of Representative)
- Dalam pembahasan UU, di Konstitusi Indonesia dilakukan oleh DPR bersama dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Sementara dalam konstitusi Amerika, pembahasan UU hanya dilakukan oleh kongres, dimana sistemnya House of Representatif mengajukan RUU, dan Senat mengusulkan perubahan atas RUU tersebut sebelum diserahkan kepada Presiden untuk disahkan.
- Dalam hal Persetujuan RUU, di Indonesia apabila RUU tidak mendapat persetujuan maka RUU itu tidak dapat diajukan kembali. Namun apabila RUU yang telah mendapat persetujuan bersama tidak disahkan oleh Presiden, maka dalam waktu 30 hari RUU itu menjadi sah dan wajib untuk diundangkan. Sementara di Amerika, Presiden dapat menolak suatu UU. Apabila suatu UU ditolak oleh Presiden ,maka ia akan mengembalikannya, disertai dengan Keberatan-Keberatannya, ke Kamar asal rancangan itu, yang akan mencantumkan keberatan-keberatan itu seluruhnya ke dalam catatannya, dan kemudian mempertimbangkannya. Jika setelah dipertimbangkan kembali dua pertiga anggota Kamar itu setuju untuk meloloskan Rancangan tersebut, rancangan itu akan disampaikan bersama-sama dengan Keberatan-Keberatannya, ke Kamar lainnya, yang juga akan mempertimbangkan kembali, dan bilamana disetujui oleh dua pertiga anggota Kamar ini, rancangan tersebut akan menjadi Undang-Undang. Namun jika suatu Rancangan Undang-Undang tidak dikembalikan oleh Presiden dalam waktu sepuluh Hari (kecuali Hari Minggu) setelah disampaikan kepadanya, rancangan itu akan menjadi Undang-Undang.