Welcome

Terima Kasih Kunjungannya...

Kamis, 09 September 2010

KAJIAN HUKUM KOMISI YUDISIAL (JUDICIAL COMMISION)


1.Alasan Diadakannya Komisi Yudisial.

Banyak pertimbangan dari lahirnya Komisi Yudisial pada era reformasi. Dari segi filosofisnya, Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, dan tidak berdasarkan pada kekuasaan belaka. Sejalan dengan landasan tersebut, maka salah satu substansi penting adalah adanya reformasi pada lembaga kehakiman pasca perubahan UUD 1945 yang akhirnya membentuk sebuah lembaga negara di bidang yudikatif yaitu salah satunya adalah termasuk Komisi Yudisial.

Dari segi sosiologis, keberadaan Komisi Yudisial adalah guna memberikan landasan hukum yang kuat bagi reformasi bidang hukum, yakni dengan memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk mewujudkan prinsip check and balances. Walaupun Komisi Yudisial bukan pelaku kekuasaan kehakiman, namun fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.

Dari segi Yuridis, Komisi Yudisial negara kita secara jelas disebut di tiga peraturan perundang – undangan yaitu UUD 1945, UU No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

Undang – Undang Dasar 1945
Pasal 24A ayat (3) UUD 1945:
Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.



Pasal 24B UUD 1945:
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Susunan, Kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.


UU No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 40

(1) Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dilakukan pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.


Sementara UU No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial lebih memuat hal bersifat teknis operasionalnya, seperti kedudukan dan susunan Komisi Yudisial, wewenang dan tugas, pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan Komisi Yudisial.

Dari segi historisnya, bahwasanya Indonesia dahulu memandang perlu adanya suatu komisi khusus untuk menjalankan fungsi khusus dalam kekuasaan kehakiman Gagasan untuk mendirikan lembaga negara ini pernah diusulkan pada pembahasan RUU tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sekitar tahun 1968 dengan lembaga bernama Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH). Fungsi dari MPPH ini adalah memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan terakhir mengenai saran – saran dan atau usul – usul yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian dan tindakan/hukuman jabatan para hakim yang diajukan baik oleh Mahkamah Agung maupun Menteri Kehakiman. Namun sayangnya gagasan tersebut belum dapat terwujud saat itu.
Namun akhirnya berkat momentum reformasi tahun 1998, MPR mengeluarkan TAP MPR RI No.X/MPR/1998 tentang Pokok – Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional. Salah satu isi Tap MPR ini adalah pemisahan yang tegas antara fungsi yudikatif dari eksekutif, yang memberlakukan penyatuan atap, pemindahan kewenangan administrasi, personel, keuangan dan organisasi peradilan dari Departemen ke Mahkamah Agung.. Namun yang terjadi adalah timbulnya kekhawatiran akan terjadinya monopoli kekuasaan kehakiman oleh Mahkamah Agung. Beranjak dari kekhawatiran inilah, di kalangan pemerhati hukum dan organisasi non – pemerintah mencetuskan ide membentuk lembaga pengawas eksternal bagi hakim agar peradilan yang jujur, bersih, transparan, dan profesional dapat terwujud. Hasilnya, pada sidang Tahunan MPR Tahun 2001 yang membahas amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945, lahirlah pasal 24 B yang menyatakan perlunya dibentuk Komisi Yudisial yang bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.


2. PENTINGNYA KEBERADAAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA

Menurut Jimly Asshiddiqie, urgensi dibentuknya suatu Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan kehakiman di Indonesia adalah agar warga masyarakat di luar struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja dan kemungkinan pemberhentian hakim. Semua ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan kehormatan dan keluhuran martabatnya itu, kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bersifat imparsial (independent and impartial judiciary) diharapkan dapat diwujudkan dengan sekaligus diimbangi oleh prinsip akuntabilitas kekuasaan kehakiman, baik dari segi hukum maupun dari segi etika. Untuk itu, diperlukan institusi pengawasan yang independen terhadap para hakim itu sendiri.
Jimly menambahkan, Komisi Yudisial secara struktural adalah sejajar dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, secara fungsional, peranannya bersifat penunjang (auxiliary) terhadap lembaga kekuasaan kerhakiman . Namun walaupun komisi Yudisial hanya bersifat pelengkap, namun keberadaan sangan penting guna lebih menjamin efektivitas kerja dalam rangka mengawasi perilaku hakim, yang mana fungsinya berada diluar sebagai ekternal auditor, namun kedudukannya dibuat sederajat antara yang mengawasi dengan yang diawasi.

Dalam buku saku yang diterbitkan oleh Komisi Yudisial, ada lima alasan mengapa Indonesia sangat membutuhkan lembaga negara Komisi Yudisial, yaitu antara lain :
1. Untuk melakukan monitoring secara intensif terhadap pelaku kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur – unsur masyarakat dalam spektrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring internal saja;
2. menjadi pengubung antara kekuasaan pemerintah (executive power) dan kekuasaan kehakiman (judicial power) yang tujuan utamanya adalah untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman dari pengaruh kekuasaan apapun juga khususnya kekuasaan pemerintah (executive power).
3. Dengan adanya komisi yudisial, tingkat efisiensi dan efektifitas kekuasaan (judicial power) akan semakin tinggi dalam banyak hal; baik yang menyangkut rekruitmen dan monitoring hakim agung.
4. Konsistensi putusan lembaga peradilan tetap terjaga, karena setiap putusan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus (Komisi Yudisial).
5. Dengan adanya Komisi Yudisial, kemandirian kekuasaan kehakiman (judicial power) dapat terus terjaga, karena politisasi terhadap perekrutan hakim agung dapat diminimalisasi dengan adanya komisi yudisial yang bukan merupakan lembaga politik, sehingga diasumsikan tidak mempunyai kepentingan politik.


3. Perbandingan Komisi Yudisial Dengan Negara Lain.

Di banyak negara maju dewasa ini, telah dikembangkan lemabag seperti komisi yudisial (judicial commision) di lingkungan peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya maupun di lingkungan organ pemerintahan umumnya. Hingga saat ini kurang lebih sekitar 43 negara yang mengatur mengenai keberadaan komisi yudisial di dalam konstitusinya dengan berbahai sebutan. Justru keberadaan Komisi Yudisial di Indonesia bisa dikatakan agak terlambat bila dibandingkan dengan negara lain.
Berkaitan dengan pengaturan mengenai komisi yudisial, terdapat perbedaan yang signifikan antara negara satu dengan negara lainnya, namun juga terdapat beberapa negara yang memiliki kesamaan fungsi antara negara yang satu dengan negara yang lain. Tidak hanya fungsi, namun juga dari segi struktural seperti jumlah keanggotaan yang berbeda. Adanya perbedaan ini dikarenakan pembentukan komisi yudisial yang ditentukan oleh konteks sosial dan ketatanegaraan suatu negara dan budaya negara tersebut.

Berdasarkan kajian yang dilakukan terhadap 43 negara yang memiliki komisi yudisial, dapat disimpulkan bahwa:
1. Judicial Service Commision adalah nama yang paling banyak digunakan oleh negara – negara yang mengatur komisi yudisial di dalam konstitusinya, yaitu sebanyak 15 negara (Afrika Selatan, Fiji, Gambia, Guyana, Kenya, Lesotho, Malawi, Marshall Island, Namibia, Nigeria, Samoa, Sri Lanka, Vanuatu, Zambia, dan Zimbabwe)
2. Komisi Yudisial adalah lembaga yang diharapkan dapat merekomendasikan nama Ketua Mahkamah Agung terbaik, bahkan di beberapa negara juga Hakim Agung dan hakim lain di bawahnya tanpa dipengaruhi oleh faktor – faktor yang tidak terikat dengan kecakapan.
3. Komisi Yudisial adalah lembaga yang diharapkan dapat melakukan pendisiplinan terhadap para hakim.
4. Keberadaan Komisi Yudisial terkait dengan masalah gagasan kemerdekaan kekuasaan kehakiman di dalam suatu negara
5. Keberadaan Komisi Yudisial terkait dengan masalah administrasi pengadilan, termasuk promosi dan mutasi hakim.

Di Amerika Serikat, Komisi Yudisial-nya sudah ada di 50 negara bagian dan distrik Columbia. Tugas Komisi Yudisial di Amerika Serikat antara lain, adalah meletakkan standar yang tinggi, dan penilaian atas perilaku hakim tanpa kompromi. Komisi ini dengan ketat menjaga kepercayaan publik, dan melakukan disposisi secara adil atas hakim-hakim yang melanggar etika dan dianggap tidak mampu. Tugas seperti ini pulalah yang sebenarnya menjadi tantangan bagi Komisi Yudisial Indonesia, yaitu bisa dengan ketat menjaga kepercayaan publik.

Sementara itu, di Australia, Komisi Yudisial setempat sudah berdiri sejak tahun 1986. Tugas utama komisi ini, antara lain, adalah memperhatikan konsistensi penerapan hukum, pelaksanaan pendidikan berkelanjutan bagi hakim, menilai keluhan atas hakim, memberi saran pada jaksa agung, dan bekerjasama dengan orang dan organisasi yang berhubungan dengan kinerja pengadilan dan hakim.

Di Afrika Selatan dikenal lembaga yang disebut Judicial Sevice Commision yang berfungsi memberikan rekomendasi dalam hal pemberhentian hakim, mengajukan calon Ketua Mahkamah Agung dan memberikan masukan dalam hal pengangkatan Ketua serta Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi.

Sementara untuk negara di Uni Eropa, seorang ahli hukum Belanda yang bernama Win Voerman , pada tahun 1999 melakukan penelitian terhadap lembaga semacam komisi yudisal. Yang mana hasilnya ditemukan bahwa terdapat 2 model yang berbeda yang mengatur mengenai keberadaan lembaga semacam komisi yudisial tersebut, yaitu:
1. Di negara Eropa Selatan (Prancis, Italia, Spanyol, atau Portugal), bahwasanya lembaga semacam komisi yudisial mempunyai kewenangan terbatas, yaitu rekruitmen hakim, mutasi, dan promosi serta pengawasan dan pendisiplinan hakim.
2. Di negara Eropa Barat (Swedia, Irlandia, Denmark) cenderung memiliki kewenangan lebih luas yang tidak hanya rekruitmen hakim, mutasi, dan promosi serta pengawasan dan pendisiplinan hakim, tetapi juga melakukan pengawasan terhadap administrasi pengadilan, keuangan pengadilan, manajemen perkara sampai dengan manajemen pengadilan (perumahan hakim, pendidikan hakim dan sebagainya)

DAFTAR BACAAN

Anonim, 2007. Keadilan Untuk Semua Orang, Jakarta : Komisi Yudisial Republik Indonesia

Budiardjo, Miriam, 2007. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Huda, Ni’Matul, 2007. Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi. Jogjakarta : UII Press

Kansil, C.S.T, 2008. Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta

Peraturan Perundang – Undangan.
1) Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Setelah Amandemen Keempat Tahun 2002

2) Undang – Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076)

2 komentar:

  1. mas coba tolong diulas kenapa ada pemangkasan kewenangan pada komisi yudisial..
    terlebih dilakukan oleh mahkamah konstitusi yang nota bene juga diawasi oleh KY..
    bagaimana itu...
    trimsss

    BalasHapus